Rangkaian gerbong kereta sudah mulai terlihat dari kejauhan dengan suaranya yang khas. Aku kembali melihat tiketku untuk memastikan aku tidak salah mengingat nomor kursi dan gerbongku. Kereta 3 No 4B. Lalu kembali tiket aku simpan di dalam dompet sembari menunggu kereta berhenti tepat di depanku. Dalam beberapa menit, puluhan orang terlihat memasuki gerbong dan mencari tempat duduk. Tidak perlu waktu lama buatku untuk menemukan kursiku yang menghadap ke arah timur. Seorang wanita sudah terlihat duduk di kursi sebelahku, dan aku menyempatkan diri untuk menyunggingkan senyum padanya sebelum duduk. Hari ini kereta terlihat penuh, seperti yang biasa terjadi ketika akhir minggu. Bepergian ke Jogja memang menjadi salah satu alternatif terbaik untuk menghabiskan liburan akhir minggu bagi orang Solo. Waktu tempuh Jogja Solo menggunakan kereta yang hanya sekitar satu jam menjanjikan kenyamanan. Tidak heran pelanggan kereta komuter ini membludak apalagi ketika musim liburan panjang.
Yup! Cukup intronya! Sesuatu atau lebih tepatnya seseorang yang terlihat di pandangan mataku seketika membuyarkan kenyamananku. Orang itu duduk di barisan kursi sebelah kanan, tepat di depanku yang duduk di kursi sebelah kiri. Aku ingat betul raut wajah itu dan postur badannya. Beberapa tahun lalu aku sangat familiar dengan orang itu, sangat dekat malah. Sama sepertiku, orang itu juga menyadari kehadiranku. Sempat terlihat keraguan di matanya mungkin berpikir apakah benar aku adalah orang yang dimaksudnya. Lalu, secuil senyum tersungging di bibirnya. Dan aku membalasnya juga dengan senyuman.
"Hei, apa kabar?" sapanya sambil sedikit mencondongkan badannya ke arahku.
"Iya baik" balasku dengan suara lirih.
"Mau ke Jogja ya?" lanjutya.
"Iya, mau ke Jogja"
"Ada acara apa?"
"Enggak ada apa-apa, cuma jalan-jalan aja" balasku singkat.
"Ohh, sendirian aja?"
"Iya, temenku udah di Jogja"
"Mau jalan-jalan kemana?" dia mulai terus melanjutkan pembicaraan.
"Ga kemana-mana di sekitar Jogja aja"
Jujur, aku tidak begitu antusias untuk berkomunikasi dengannya. Perasaan tidak nyaman ini sungguh menggangguku.
"Sering ke Jogja ya?" tanyanya lagi sambil tetap tersenyum.
"Iya, lumayan sering"
"Kalau aku jarang, kalau pas ada acara aja sih"
"Ohh" aku membalas sesingkat mungkin.
"Keretanya sekarang enak ya, baru kali ini naik yang pakai AC, maklum aku kan jarang ke Jogja"
"Iya, enak udah pakai AC"
Ekspresi wajahku yang terlihat kurang antusias sepertinya tidak terlalu diperhatikan olehnya. Faktanya, selama hampir satu jam dia terus berusaha untuk melanjutkan obrolan yang hanya kujawab seadanya. Sampai akhirnya, dia memintaku untuk bertukar kontak.
"PINmu berapa? Add dong" pintanya.
"Bentar ya, aku ga hapal" jawabku sembari mengambil handphoneku di dalam tas.
"532E34F5" lanjutku sementara dia mulai mengetik di handphonenya.
"Udah aku add, approve ya"
"Iya"
Permintaan teman terlihat di layar BBMku, terpampang jelas nama yang sangat kuingat, Andi Anjaya.
Jariku mengarah ke pilihan di bawah kiri layar dimana terpampang tulisan accept.
"Nanti kontak-kontakan lagi ya" dia mengakhiri sebelum kereta mulai berhenti di Stasiun Lempuyangan dan aku melangkahkan kaki keluar gerbong sementara dia masih berada di tempat duduknya menunggu hingga kereta mencapai stasiun akhir, di Stasiun Tugu Jogja.
"Oke, duluan ya" balasku.
Aku segera mengambil nafas panjang begitu keluar gerbong kereta. Dari sekian banyak yang sudah dan mungkin terjadi dalam hidupku, kejadian tadi sungguh tidak pernah aku harapkan atau pikirkan untuk terjadi. Andi Anjaya, orang yang dulu pernah menjalin hubungan denganku selama beberapa bulan tiba-tiba saja muncul dan aku bertemu dengannya di kereta. Kalau bisa memilih, aku berharap kejadian tadi tidak terjadi. Entahlah, aku tidak terlalu suka untuk kembali berkomunikasi dengan mantan apalagi jika orang itu dulu pernah sangat menyakitiku. Sepertinya, pertemuan ini hanya mengingatkanku pada luka yang silam meski sekarang aku sudah menemukan orang lain. Buatku, chapter yang sudah terjadi dan berlalu sebaiknya tetap disimpan saja tidak perlu dimunculkan kembali. Rasanya terlalu konyol jika bertemu dengan seseorang yang dulu menjadi kesalahan yang menyakitkan. Pertemuan ini hanya membuatku mengingat betapa bodohnya aku dulu bisa menjalin hubungan dengan orang yang tidak pernah tulus mencintaiku.
Seballllll. Umpatku dalam hati. Tapi tidak mungkin kan kejadian tadi dihapus begitu saja. Faktanya, aku bertemu dia lagi dan kemungkinan akan menjalin komunikasi lagi mengingat kami sudah bertukar PIN BBM.
Yeah, we'll see.
"Malem cantik, lagi apa?" sepenggal kalimat terpampang di layar handphoneku. Tidak lain dan tidak bukan, dikirim oleh Andi.
Aku menghela nafas sambil membalas BBM-nya dengan setengah hati.
"Lagi nonton TV aja"
"Ga pergi kemana-mana nih?"
"Engga ah, males"
"Kamu lagi nonton apa?"
"Ini nonton film Tears of The Sun"
"Oh, film itu, lama kan itu filmnya? Sering diputer akhir-akhir ini"
"Iya, film lama"
"Kamu masih suka film-film perang kayak gitu ya?" lanjut Andi.
"Iya"
"Aku inget tuh, dulu kamu paling suka nonton film action dan dengerin lagu-lagu lama. Inget kan lagu yang dulu kamu suruh aku buat nyari? Lagu latin yang judulnya Jo Te Amo."
"Iya inget"
"Masih suka sama lagu itu kan? Masih nyimpen lagunya ga? Kalau engga aku kasih, aku masih ada" tawarnya.
"Aku juga udah punya kok" jawabku. Padahal jelas lagu itu tidak kusimpan lagi. Bukannya tidak suka, justru aku masih sangat suka namun belum sempat saja untuk mencari dan mendownload lagu itu lagi.
"Aku punya banyak koleksi lagu lama yang pasti bakal kamu suka loh"
"Masa? Ohh" aku menyahut sesingkat mungkin.
Dan yup, selama sekitar setengah jam berikutnya kami saling membalas percakapan via BBM yang tentu saja hanya kutanggapi seadanya.
"Udah jam 10, kamu ga tidur?"
"Iya, ini udah mau tidur" aku tersenyum girang. Yeeeyy! Ngobrolnya udah mau udahan!
"Tidur aja kalau gitu, met tidur ya, yang nyenyak dan mimpi indah" ucapnya menyudahi pembicaraan dengan kalimat yang sok perhatian dan sok manis.
Uwekss! Emang kamu pikir aku akan termakan lagi sama omongan manismu? Dasar cowok playboy!.
"Yup" sahutku.
Dan yak. Dia mengakhiri pembicaraaan di BBM dengan mengirimkan emoticon peluk yang membuatku mengernyitkan dahi.
Beberapa menit setelah aku membuka mata, handphone-ku berbunyi.
Siapa juga yang pagi-pagi BBM?
Tanganku menjangkau handphone yang kuletakkan di atas bantalku.
"Pagi Reta, udah bangun belum?"
Arrgghhh, gerutuku. Dia lagi BBM, adohh males banget deh.
Aku sengaja mengambil jeda sekitar 15 menit sebelum akhirnya membalas BBM-nya.
"Iya, udah bangun"
"Gimana tidurnya? Nyenyak ga? Mimpi apa semalem? Mimpiin aku juga ga?"
Helloo! Mimpiin elo? Engga banget kali! Umpatku dalam hati.
"Iya nyenyak, ga mimpi apa-apa semalem"
"Ada acara apa hari ini Ta?"
"Ga ada acara apa-apa" jawabku namun dengan sedikit bingung, bertanya-tanya jangan-jangan dia mau mengajak bertemu.
"Ketemuan yuk!"
Nah! Benar kan!
"Mmm, aku lagi males keluar rumah" aku berkelit.
"Kalau gitu, aku aja yang ke rumahmu" sepertinya dia masih belum menyerah.
5 bulan menjalin hubungan dengannya sudah sangat cukup membuatku untuk mengenal karakternya. Seorang Andi yang sangat pandai bermanis mulut dengan semua kata-kata gombalnya. Seorang Andi yang dalam hubungan cenderung menjadi pihak yang ingin dimanja dan diperhatikan. Seorang Andi yang sangat menyukai kestabilan ekonomi pasangannya jadi dia bisa ikut menikmatinya atau dengan kata lain, cenderung lebih materialistis. Aku masih inget jelas bagaimana ketika kami masih berhubungan dimana aku yang selalu mengeluarkan uang untuk kami pergi berkencan. Mulai dari makan, belanja hingga uang parkir. Kalau diingat sekarang, aku benar-benar menyesal bagaimana dulu bisa menjadi sangat bodoh terperdaya oleh rayuan kosongnya. Bahkan, dia pun dulu memintaku untuk bertukar handphone karena handphone yang kupakai saat itu lebih bagus dari miliknya. Dan bodohnya, aku mengiyakannya.
Dan mendengarnya mengatakan kalau dia berencana untuk berkunjung ke rumahku seperti tersambar petir di siang bolong.
Okay, ini saatnya aku mengatakan yang sesungguhnya aku rasakan saat itu.
"Ga usah deh, ga enak aku"
"Ga enak sama cowokmu ya?" godanya.
"Engga, cowokku mah ga ribet sebenarnya. Aku cuma ga enak sama ibuku"
"Loh, kenapa? Kan aku cuma main sebagai teman" dia bersikeras.
"Sebenarnya nih, dulu ibuku ga suka kamu" jawabku terus terang.
"Masa? Kenapa?" dia sepertinya kaget.
"Ga tau, aku juga ga nanya cuma ga suka aja. Makanya dulu pas kita putus, ibuku seneng" lanjutku.
Sekitar dua menit Andi belum membalas BBM-ku. Aku yakin dia pasti kehabisan kata-kata.
"Kenapa ya? Padahal dulu aku kayaknya sopan tiap datang ke rumahmu" sanggahnya.
"Ga tau deh"
"Oh gitu, kalau gitu besok aja ketemuannya di luar gimana?"
Aku berdecak dan tidak habis pikir.
Nih anak niat banget pengen ketemu pasti lagi ga ada cewek nih makanya nyari mangsa. Apalagi kemarin dia tahu kalau aku sekarang sudah kerja dan pakai iPhone mungkin dia butuh dukungan finansial, pikirku.
Males banget ah ngeladenin orang beginian, dari awal udah ga jelas ga kayak mantanku yang si Edi yang memang orangnya baik jadi masih bersemangat untuk menjalin komunikasi.
"Engga usah aja ya." aku menjawab singkat.
"Kenapa? Besok sibuk ada acara ya?"
"Engga, cuma males aja untuk ketemu."
"Kenapa? Aku minta maaf kalau kamu masih marah denganku. Aku tidak pernah ada maksud untuk nyakitin kamu. Aku benar-benar sayang sama kamu dulu. Mungkin dulu bukan waktu yang tepat untuk kita. Mungkin kemarin kita ketemu itu tanda kalau sekarang hubungan kita bisa lebih baik." rayunya panjang lebar.
"Aku udah ga marah kok sama kamu cuma lebih baik kita ga berhubungan lagi aja. Aku sekarang sudah punya hubungan serius dan berencana untuk menikah dalam waktu dekat. Jadi, aku berniat untuk ga dekat dengan laki-laki lain. Untuk menjaga kepercayaan aja" kilahku. Padahal alasan yang sebenarnya adalah aku sudah sangat malas untuk berhubungan dengan orang seperti dia.
Some people are worth to be maintained in our life but some people are not. It's really okay to protect our lives from people who are not good to us. It's so okay to admit that some people need to go away from our lives. It's our lives. We have priviledges to decide who's in and who's out. Especially bad ex-es who really need to go away.
Hell yeah! I'm still living and shitting! Happy living, all!